August 25, 2006

tuhan DI PERSIMPANGAN


Berselang tiga minggu setelah dilahirkan, saya dibawa ke gereja untuk diurapi dengan air suci, tanda sakramen pembabtisan katolik. Saya mendapat nama babtis Albertus yang kurang lebih berarti "agung dan cemerlang". Sebagian besar keluarga baik dari ayah dan ibu saya hadir di acara tersebut, menyaksikan saya dilantik menjadi seorang katolik di gereja Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji Jogjakarta. Sejak itu saya dibesarkan untuk menjadi seorang jawa katolik. Sekolah minggu, gereja mingguan, paduan suara anak, hingga retret rohani tak pernah bergeser dari jadwal masa kanak-kanak saya. Usia 9 tahun saya kembali mengikuti pendidikan agama katolik untuk penerimaan sakramen komuni. Saya kurang tahu maksud sakramen ini kecuali bahwa saya bisa ikut mendapat hosti ketika perayaan misa. Setelah itu saya dipaksa orang tua dan pembimbing agama katolik di lingkungan saya untuk mendaftar menjadi misdinar atau seorang pelayan altar di gereja selama perayaan misa.

Berlanjut ke kelas 1 SMA, saya menempuh pendidikan agama katolik lagi, kali ini untuk krisma, sakramen penguatan iman katolik. Pendidikan krisma yang kurang lebih berlangsung satu tahun ini cukup terasa menyenangkan. Bukan karena materi yang dibawakan namun karena dalam satu kelas yang berisi 20 orang hanya terdapat 2 anak laki-laki, saya dan seorang kawan bernama Dimas; lainnya adalah siswi-siswi perempuan SMA Santa Maria Jogjakarta. Jika selama ini Anda hanya bisa memimpikan untuk berada seruangan dengan belasan gadis-gadis SMU, selalu digoda dan selalu punya kesempatan untuk main colek sana sini, maka saya sudah bisa mewujudkannya saat itu. Setelah pendidikan krisma, saya berhenti dari susunan putera altar. Saat itu saya diajak seorang teman untuk bergabung dengan organisasi muda-mudi katolik gereja tapi saat itu saya sedang memiliki hobi baru yakni PlayStation jadi saya memilih untuk menolaknya. Lagipula saya juga tahu kalau perkumpulan tersebut kurang bisa berkembang .

Mulai saat itu saya jarang ke gereja, saya ingin mendiamkan Tuhan untuk sementara waktu. Ada beberapa keputusan Tuhan yang menurut saya tidak adil sehingga entah kenapa saya mulai berpikir untuk membalasnya. Saat itu saya duduk di bangku SMA dan selalu mendapat nilai buruk untuk semua mata pelajaran eksakta. Ketakutan tidak lulus memaksa saya untuk mengais campur tangan Tuhan. Selama hampir 365 hari sepanjang tahun terakhir saya di De Britto, saya selalu mengikuti misa pagi yang berlangsung setengah jam. Beruntunglah saya, semua siswi SMA Santa Maria Jogjakarta yang tinggal di asrama diwajibkan untuk mengikuti misa pagi di gereja yang sama.

Begitu lulus saya kembali melupakan Tuhan, setidaknya hingga saya merasa kesulitan mencari pacar. Namun kali ini bukan doa pagi, saya lebih memilih berkunjung ke Sendang Jatiningsih, berdoa langsung ke Bunda Maria ibu Yesus. Tetap saja, saya belum bisa menggandeng seorang pendamping di saat hari wisuda.
Tapi saat itu saya sudah berkarya di sebuah biro iklan daerah, di sana setiap pagi selalu diadakan acara doa bersama. Selama satu jam kami duduk berdoa, membaca renungan pagi dan alkitab sambil berdiskusi dalam kerangka rohani kristiani. Acara doa ini merupakan kewajiban dimana karyawan yang tidak hadir selama tiga kali berurutan biasanya disuruh menghadap HRD.

Sekarang saya berkarya di Jakarta dan tak seorangpun yang akan mengingatkan saya soal berdoa apalagi ikut misa di gereja. Saya lebih bebas untuk menghukum Tuhan karena belum memberikan tanda-tanda jelas tentang jodoh saya. Namun entah mengapa saya justru semakin terpanggil untuk ikut misa mingguan, sembhayang novena di kamar, atau sekedar berdoa kecil di dalam hati. Pernah pula saya sedemikan takut pada keberhasilan pekerjaan yang saya lakukan hingga saya pernah seminggu penuh mengikuti misa pagi gereja Santo Yohanes Pembabtis di daerah Barito Jakarta Selatan.
Jika saat ini saya masih berdoa atau mengingat Tuhan, bisa jadi itu karena masih banyak kekhawatiran saya yang belum teratasi, bahwa saya sedemikian takut untuk melalui jalan hidup ini seorang diri tanpa sosok yang akrab dengan saya sedari kecil dulu, sosok yang seakan menjadi satu-satunya sahabat di dalam keputusasaan saya, seorang sosok bernama Tuhan.

August 24, 2006

The Business of Creating Monster



"what ya' gonna do brother? when the Hulkamania run wild on ya'" teriak Hulk Hogan sambil merobek kaos warna kuning bertuliskan Still Runnin' Wild sembari disambut sorak riuh Hulkamania dan ribuan penggemar gulat lainnya di The Palace of Auburn Hills, Detroit 2004 silam. Pada gelaran bertajuk Unforgiven tersebut, dipertandingkan juga The Duddley Boys (Bubba Ray & Devon) yang tampil melawan Edge & Christian untuk memperebutan Tag Team Champion. The Rock, Stone Cold Steve Austin, Big Show, Kurt Angle, ataupun Undertaker juga tampil untuk saling beradu di atas ring.

Sudah puluhan kali kawan-kawan saya mengometari kebiasaan saya menonton gulat World Wrestling Federation di salah satu televisi swasta. Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa adegan tersebut hanya tipuan semata namun apa mau dikata, toh saya tetap menikmati hiburan adu kekerasan semacam itu. Menyimak dokumentasi kisah nyata tentang kehidupan para pegulat Amerika di film Beyond the Mat, membuat saya tahu bahwa gulat profesional WWE, ECW, WCW ataupun NWO bukan sekedar acara bohong-bohongan belaka. Di film itu dipertontonkan bagaimana Mick Foley The Mankind harus mendapat jahitan di kepala di ruang ganti pemain, di depan 3 anak dan istrinya seusai Cage Match melawan Tripple H.

Dari film tersebut saya juga tahu bahwa sebagai sport entertainment, gulat Amerika tetap melibatkan resiko-resiko berbahaya meski segala sesuatunya telah diperhitungkan. Sepatu berlapis spons, pukulan pura-pura, senjata palsu, hingga kanvas ring extra empuk bukan jaminan bahwa sang pegulat tidak akan mendapat memar, jahitan ataupun operasi. Pendek kata, saya sebenarnya lebih tertarik dengan kampanye komunikasi yang dilakukan oleh keluarga McMahon dalam mengelola sebuah bisnis hiburan bernama WWE. Betapa setiap pegulat yang ditampilkan di atas ring dan saling beradu darah tak hanya bermodal balsem dan pengalaman berkelahi ala preman. Pegulat juga didukung oleh konsep, komunikasi, dan eksekusi yang matang. Tiap pegulat seakan memiliki karakter, sambutan khas, kostum, nama jurus, bahkan gaya bicara tersendiri. Ini merupakan sebuah situasi nyata yang selalu mengingatkan saya tentang arti penting sebuah unique selling proposition.

WWE selalu bertabur bintang dan jagoan gulat yang secara tehnik berkelahi selalu bersaing namun hanya satu dua saja yang selama sekian waktu bisa bertahan di urutan pertama pay-per-view. Kurt Angle dengan karakter pegulat ex-juara olimpeade yang sombong dan gemar memakai kaos bertuliskan Freedom of Choice; Tap Out or Angle Slam, merujuk pada jurus bantingan Angle Slam yang menjadi pamungkasnya. Ada juga Dwayne Johnson yang dikenal dengan nama The Rock, sosok pegulat yang mendapat julukan People's Champ dan selalu melakukan The Rock Bottom untuk merubuhkan lawan sebelum ia melancarkan jurus pamungkas The People's Elbow. Tapi favorit saya adalah seorang pegulat Kanada bernama Chris Benoit. Dengan gigi depan yang ompong atas bawah, ia dijuluki Rabbit Wolverine dan disebut pula Toothless Agression. Chris Benoit ini tipe petarung submission alias pegulat yang ahli dengan jurus kuncian. Meski mengandalkan Crippler Crossface sebagai pamungkas, Chris Benoit akrab dengan jurus bantingan seperti multiple back drop ataupun jurus aero seperti diving headbutt sebelum mengunci lawan.

Jujur saja, saya menghabiskan banyak waktu luang dengan menonton gulat WWE di televisi, piringan data film hingga bermain playstation gulat. Saya betul-betul jatuh hati pada kemampuan Vince McMahon sebagai presiden WWE untuk mengelola olahraga hiburan ini dengan serius. Menang kalah, pemenang atau pecundang, karakter jahat atau baik, slogan tiap pegulat, hingga nama jurus andalan adalah bagian dari skenario pemasaran yang diusung Vince McMahon. Menurut saya, Vince McMahon adalah seorang konsultan pemasaran jenius. Ia memiliki kemampuan untuk membentuk persepsi pegulat sebagai brand di benak penggemarnya. Vince McMahon bisa membuat The Rock dielu-elukan sebagai People Champ semudah membuat Kurt Angle untuk dimunculkan sebagai pegulat oportunis dan pengecut.

Vince McMahon juga berhasil membuat WWE selalu kaya dengan superstar baru. Ia tahu kapan harus mengangkat dan meneggelamkan brand-brand bernama Stone Cold, Rey Mysterio, Hulk Hogan, The Rock, maupun Randy Orton. Vince McMahon juga berhasil membuat WWE untuk selalu segar dengan format pertandingan baru. Royal Rumble, King of the Ring, Tripple Treat Match, Ladder Match, Women's MudWrestling hingga Punjabi Cage Match tak hanya digelar di Amerika. Inilah yang membedakan gulat sebagai hanya sekedar olahraga dan olahraga hiburan. Bahwa tujuan akhir bukan prestasi kemenangan yang diraih seorang pegulat dalam sebuah kompetisi namun prestasi untuk terus mencetak persepsi gulat sebagai the greatest sport entertainment on earth

"some people said they're the great entertainers on earth, flying without wings, body has no limitation. yes this is an entertainment but the hazard is real; neck broken, bodies been bruished, carrier ended in instanly. no matter who you are, no matter where you from, please don't try this at home"

August 15, 2006

Keretaku Tak Berhenti Lama



Penyesalan selalu terulang setiap kali harus balik menuju Jogja dengan kereta ekonomi. Penyesalan karena telah melakukan kesalahan yang sama. Penyesalan karena kembali harus mengalami kereta yang telat hingga 2 jam, ikut rebutan tempat duduk, menunggu lokomotif yang melulu mati hingga kereta yang selalu berhenti di setiap stasiun kecil. Buat pekerja pemula seperti saya, kereta api ekonomi menjadi salah satu angkutan paling rasional untuk mudik maupun balik. Paling rasional mengingat tiket seharga 38ribu perak sekali jalan lebih murah ketimbang kelas bisnis 100ribu tapi tidak menawarkan perbedaan jauh dari segi fasilitas. Bisa lebih murah lagi menjadi 15ribu jika bergabung bersama komuter Kulonprogo di gerbong 4 atau 10 .

Tetap saja, pada akhirnya tiket murah menjadi sangat tidak sebanding jika harus berdesakan berdiri di lorong atau pojok gerbong. Akan tetapi dibalik semua penyesalan tersebut, muncul banyak peristiwa yang cukup menarik untuk disimak selama stasiun senen - lempuyangan. Mulai dari kegigihan pedagang di tiap stasiun transit yang tak kenal menyerah untuk menembus barikade desakan penumpang hingga kerja keras para penumpang gelap yang harus mati-matian menawarkan aroma urine WC gerbong dengan kepulan kretek selama perjalanan.

Pun, potret mengharukan tergambar di wajah pasangan bapak ibu yang memilih duduk di lantai agar sang anak bisa nyaman tidur di kursi ataupun romantika sederhana dari sepasang muda-mudi yang duduk berdampingan. Seolah sedang bersimulasi merasakan kerasnya kehidupan di tengah himpitan kemelaratan. Namun segalanya seakan memudar seiring kereta memasuki daerah Sentolo. Tak sabar saya ingin segera pulang dan disambut kibasan 3 anjing kampung sembari menikmati brongkos buatan ibu. Semoga libur besok, keretaku tak berhenti lama.
Kalo Tuhan Murah Hati,
Lantas Mengapa Kamu Masih Sendiri?















jangan dulu lelah
jangan dulu patah
jangan dulu menyerah

selalu ada cinta di ujung jalan
menanti untuk ditemukan

bagi siapa saja,
yang tidak pernah kehilangan harapan,
bagi siapa saja,
yang mencoba untuk bertahan


diambil dari novel jessica huwae, halaman 59