August 15, 2006

Keretaku Tak Berhenti Lama



Penyesalan selalu terulang setiap kali harus balik menuju Jogja dengan kereta ekonomi. Penyesalan karena telah melakukan kesalahan yang sama. Penyesalan karena kembali harus mengalami kereta yang telat hingga 2 jam, ikut rebutan tempat duduk, menunggu lokomotif yang melulu mati hingga kereta yang selalu berhenti di setiap stasiun kecil. Buat pekerja pemula seperti saya, kereta api ekonomi menjadi salah satu angkutan paling rasional untuk mudik maupun balik. Paling rasional mengingat tiket seharga 38ribu perak sekali jalan lebih murah ketimbang kelas bisnis 100ribu tapi tidak menawarkan perbedaan jauh dari segi fasilitas. Bisa lebih murah lagi menjadi 15ribu jika bergabung bersama komuter Kulonprogo di gerbong 4 atau 10 .

Tetap saja, pada akhirnya tiket murah menjadi sangat tidak sebanding jika harus berdesakan berdiri di lorong atau pojok gerbong. Akan tetapi dibalik semua penyesalan tersebut, muncul banyak peristiwa yang cukup menarik untuk disimak selama stasiun senen - lempuyangan. Mulai dari kegigihan pedagang di tiap stasiun transit yang tak kenal menyerah untuk menembus barikade desakan penumpang hingga kerja keras para penumpang gelap yang harus mati-matian menawarkan aroma urine WC gerbong dengan kepulan kretek selama perjalanan.

Pun, potret mengharukan tergambar di wajah pasangan bapak ibu yang memilih duduk di lantai agar sang anak bisa nyaman tidur di kursi ataupun romantika sederhana dari sepasang muda-mudi yang duduk berdampingan. Seolah sedang bersimulasi merasakan kerasnya kehidupan di tengah himpitan kemelaratan. Namun segalanya seakan memudar seiring kereta memasuki daerah Sentolo. Tak sabar saya ingin segera pulang dan disambut kibasan 3 anjing kampung sembari menikmati brongkos buatan ibu. Semoga libur besok, keretaku tak berhenti lama.

1 comment:

terune pengadangan said...

jogja..emang ya...he