December 21, 2006

Mencari Teman dalam Perziarahan



Tempo hari, salah satu account executive di kantor saya melangsungkan pernikahan. Dalam acara yang dilangsungkan sesuai adat Sulawesi tersebut, kedua mempelai terlihat begitu bahagia. Usia keduanya masih tergolong muda menurut saya, sekitar 28 tahunan. Selama perjalanan pulang, saya dan dua orang kawan bercakap soal kawin muda ini. Salah seorang menyebut bahwa ia juga akan mengakhiri masa lajang di tahun 2008, toh masa pacaran dengan sang calon sudah berjalan kurang lebih 5 tahun katanya. Seorang lagi juga mengatakan kalo keinginananya naik ke pelaminan sebenarnya tinggal beberapa tahun lagi, andai saja tidak putus dengan gandengan yang selama 5 tahun terakhir ini dikencaninya.

Habislah saya! Selama ini saya benar-benar jauh dari soal pacaran apalagi jika menyangkut pernikahan. Semua kisah romantisme saya selalu berakhir pada satu alur yang sama,... mantan calon,.. lha wong jadian aja juga belum pernah!
Saya sendiri cukup kecewa dengan kenyataan bahwa di usia 24 ini, saya masih belum menemukan tambatan hati alias pacar. Tanpa bermaksud menyesali kehidupan yang sudah berlalu, namun saya merasa bahwa beberapa pilihan hidup yang telah saya ambil di masa lalu, memiliki dampak pada peruntungan jodoh saya di abad milenium ini. Mulai dari SMA misalnya, saya mulai menyadari bahwa keterasingan saya terhadap pergaulan dengan lawan jenis berawal di De Britto, dimana semua siswanya adalah laki-laki. Apalagi nilai saya yang jeblok pada pelajaran eksakta mengharuskan saya untuk mengambil les matematika sepulang sekolah daripada nongkrong di sekolah cewek seperti Stella Duce maupun Santa Maria seperti yang kawan-kawan saya pada umumnya.

Akibatnya, ketika memasuki bangku perkuliahan. Saya tidak dibekali kemampuan dasar yang cukup untuk menggaet seorang wanita sekalipun. Kuliah lebih banyak berakhir sebagai acara kongkow-kongkow saja,... dengan makluk sesama jenis tentunya! Malam minggu selama 5 tahun di Universitas seringkali dilewatkan dengan kegiatan-kegiatan yang berpotensi meresahkan masyarakat! Sebenarnya, untuk soal sayang-sayangan ini, saya tidak kalah berusaha! Saya selalu sungguh-sungguh untuk urusan mendapatkan belahan hati. Saya selalu mempelajari target dengan serius dan selalu bisa mendapatkan celah yang tepat. Jujur saja, saya percaya pada kemampuan soal riset dan mengolah how-to-say "I Love You". Namun entah kenapa hasil tidak seperti yang selalu
diharapkan. Saya justru mulai berpikir apakah target saya selama ini adalah kelewat tinggi. Mantan calon saya secara rata-rata adalah mereka yang memiliki IPK diatas 3,0, kebanyakan dari mereka terlibat aktif dalam organisasi universitas, dan memiliki pemikiran yang terlampau mandiri. Inilah alasan mengapa saya kurang tertarik dengan kampanye soal emansipasi ataupun kesetaraan gender. Saya lebih pro terhadap sistem patrilineal!

Omong-omong saya lumayan percaya dengan apa yang disebut sugesti. Tarot, ramal tangan, hingga kolom astrologi di media, tak pernah luput dari keingintahuan saya soal asmara. Ketika di Jogja dulu, sempat beredar juga cerita di kalangan teman-teman Katolik untuk soal pacaran ini. Konon, Sendang Sriningsih Klaten adalah tempat manjur untuk berdoa minta jodoh pada Tuhan Yesus. Menurut saya itu adalah mitos yang benar-benar bodoh, apalagi ketika saya berkunjung kesana dan harus mendaki anak tangga yang lumayan banyak hanya menerima kenyataan bahwa doa Rosario saya selama setengah jam yang terucap 2 tahun lalu sama sekali belum terkabulkan juga hingga hari ini. Jika Anda adalah seseorang yang berharap pada kekuatan doa untuk mendapatkan cinta,... percayalah, Tuhan tak bisa banyak membantu. Saya sering mengalaminya!

Nah, sekarang saya sudah benar-benar pada titik jenuh! Pertama karena soal poligami yang akhir-akhir ini marak sebagai tajuk utama di media massa. Mulai dari AA Gym yang semakin menguatkan alasan orang untuk memiliki istri lebih dari satu hingga beberapa kolega saya yang sempat melacur (melakukan curhat) tentang aktivitas selingkuh mereka. Kedua adalah soal simpanan para pejabat. Mulai dari Maria Eva yang terlibat skandal dengan petinggi negara, sampai Alda yang gosipnya dibungkam lantaran pelanggannya yang rata-rata adalah para pembuat kebijakan di negeri ini. Ketiga, saya semakin terpancing emosi dengan situasi di kos akhir-akhir ini karena kos saya yang relatif bebas memudahkan siapapun membawa pasangan untuk diajak menginap. Keempat adalah para lesbian yang belakangan ini sering saya jumpai secara tidak sengaja di situs Friendster. Saya betul-betul heran, apakah mereka sudah hilang akal dengan mencintai sesama jenis di saat saya menghabiskan hampir separuh dari usia untuk mencari seorang wanita sebagai pacar.

Seorang kawan sempat menasehati saya soal masalah percintaan ini. Menurutnya segala sesuatu akan indah pada saatnya. Bahwa saya memang harus menunggu untuk menemukan dia, sosok wanita yang kelak akan menjadi pasangan jiwa saya. WHAT THE FUCK?! Sudah sekian lama saya menunggu dan berusaha tapi masih saja terpaut jauh dari titik cerah. Beruntunglah saya yang selama ini berkarya di sebuah tempat yang menuntut penyerahan diri total, fisik dan jiwa, dimana waktu selama 24 jam seakan tidak pernah cukup. Setidaknya selama 7 hari dalam seminggu saya tidak terlalu memikirkan tentang masalah ini. Yahh, capek memang jika melihat selama ini terjadi. Menantikan datangnya jodoh yang tepat plus terus-terusan menerima konsekuensi sakit hati dari segala penolakan selama menemukan teman dalam perziarahan. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda perempuan, lajang, dan seorang yang mendambakan sosok beruang madu sebagai tambatan hati? Bisa jadi Tuhan sudah mengikatkan ujung hati kita,...

3 comments:

hasto anggoro said...

Nek wis titi wancine yok, nek wis wayahe ...

kamutemanku said...

ojo desperado gitu dumzzz prennn..... Tetep semangat ya Ocha !! Hidup Aryop'... (Hurrayyyy !!!) Hidup Aryo'... (Hurraaaayyyyyy !!!!!)
^_^

kamutemanku said...

ojo desperado gitu dumzzz prennn..... Tetep semangat ya Ocha !! Hidup Aryo'... (Hurrayyyy !!!) Hidup Aryo'... (Hurraaaayyyyyy !!!!!)
^_^