January 04, 2007

Wiwitan Anyar!



Pulang ke Jogja selama liburan Natal dan Tahun Baru kemarin ternyata tak hanya mengobati kerinduan saya akan kampung halaman. Pada akhirnya saya juga bisa menemukan jawaban atas kerisauan yang telah sedemikian lama mengendap. Kekhawatiran saya tentang pilihan karir yang tepat dan terlebih lagi soal ketakutan saya akan jodoh seakan hampir menemukan jawaban yang melegakan.

Sehari setelah sampai di Jogja, saya segera meluncur ke daerah Notoprajan untuk menemui Pugardono, seorang kawan dekat sejak di De Britto dulu. Saya sudah berjanji ikut ke Magelang untuk menemaninya mencari suku cadang sepeda motor tuanya. Sebenarnya sudah berulang kali saya maupun beberapa kawan yang lain menganjurkannya untuk berganti sepeda motor. Menurut kami, kecintaannya pada sebuah sepeda motor tua menjadi sangat tidak rasional apabila dibandingkan dengan kenyataan bahwa dia seringkali harus mengalami macet, mogok dan menghadapi masalah mesin yang melulu tidak pernah tuntas. Ibarat Sysipus dengan misinya yang takkan pernah terselesaikan.

Terhitung sejak 2 tahun lalu, Pugar kawan saya tersebut membeli sebuah sepeda motor tua keluaran tahun 74 seharga kurang lebih 2 jutaan. Dia rela melepaskan sepeda motor Honda Grand yang selama masa SMA menjadi tunggangannya hanya untuk seonggok besi tua dengan logo Honda CB 100. Mulai saat itulah, ia membiayai kampanye motor tuanya. Perlahan dia melakukan segala perbaikan menyeluruh, mulai dari mesin hingga kelengkapan semua aksesoris. Satu persatu, setiap detil demi detil. Sebagai seorang kawan, saya sudah benar-benar habis kesabaran melihatnya mati-matian berurusan dengan benda mati tersebut apalagi ketika saya kembali setelah 8 bulan meninggalkan Jogja dan masih melihatnya berkutat dengan permasalahan yang sama,... kerewelan mesin CB 100.

Menurutnya, setiap usaha untuk memperbaiki CB 100 selalu bisa mendekatkannya pada harapan baru. Bahwa semua kerja keras dan pengorbanan yang selama ini dilakukan akan terbayar. Sebuah cerita tentang bagaimana ia akan berkendara di atas CB 100 pada suatu sore dengan semburat oranye matahari sebagai latar belakangnya. Dimana dia dengan penuh kebanggan akan berkeliling ke seluruh penjuru jalanan Jogja dan setiap mata yang melihat, tertuju pada seorang Pugardono dan Honda CB 100-nya. Namun cerita tersebut bukanlah motivasi yang menghinggapi setiap keinginannya untuk memperbaiki CB 100nya selama ini. Melalui mogok dan macet, ia selalu bisa menemukan pelajaran baru, pemahaman terhadap apa yang selama ini dicintainya. Setiap permasalahan mesin akan membawanya pada sebuah kesempatan untuk lebih mengenal CB 100nya daripada seorang montir spesialis CB 100 manapun.

Segala upayanya untuk memahami cara kerja mesin tua, semua kegiatannya berburu suku cadang langka termasuk negosiasi harga ala preman hingga kreativitas dalam mensiasati setiap permasalahan motor dengan cara-cara yang unik inilah yang membuat saya tersentak. Mendengar hal tersebut saya menyadari satu pelajaran berharga,... bahwa hakekat sebuah pertanyaan bukan lagi terletak pada jawabannya melainkan pada proses mencari sebuah jawaban. Teman saya Pugardono sudah membuktikan bahwa hal tersebut bukanlah sebuah wacana belaka dan hati saya merasa kecil ketika mengetahui bahwa seharusnya saya bisa belajar dari Pugardono tentang hal ini jauh hari sebelumnya.

Selama ini saya terlalu banyak memikirkan soal apa jadinya saya 10 tahun lagi. Pada posisi apakah karir saya akan berakhir, siapakah yang kelak akan menemani masa-masa tua saya, berapa jumlah anak saya nanti, sesukses apakah saya di kemudian hari, dan sejuta pertanyaan tentang hasil akhir hidup saya lainnya. Tidak salah memang, toh hidup juga harus memiliki tujuan, namun saya sadar bahwa menjalani hidup dan berkarya harusnya bukan dilandasi atas tujuan akhir saja. Pada kenyataannya saya malah justru melupakan esensi dari keberadaan saya sebagai manusia yang senantiasa harus berani untuk melakukan kesalahan, belajar dan berkembang.

Melihat apa yang diperjuangkan kawan saya Pugardono dengan Honda CB 100-nya, membuat saya semakin sadar bahwa saya tak perlu memikirkan akhir dari perjalanan ataupun ujung kehidupan ini. Saya tetap pantas untuk bermimpi namun apa yang harus saya pikirkan pada hari ini dan hari-hari selanjutnya hanyalah tentang bagaimana membuat setiap langkah dalam hidup saya ini menjadi berarti, sekecil apapun itu. Sekarang saya tahu bahwa saya tidak perlu lagi mengeluh soal jalan hidup yang jauh di luar dari kepastian ini. Saya harus memberanikan diri untuk berkarya tanpa memikirkan soal seberapa besar kesuksesan yang bisa saya petik esok hari. Saya harus berusaha untuk menemukan teman yang tepat dalam peziarahan tanpa perlu mempersoalkan tentang sakit hati sebagai salah satu konsekuensinya. Paling tidak, pada setiap langkah yang saya jalani, saya selalu bisa menemukan arti hidup. Sesuatu yang pada akhirnya akan memperkaya pendewasaan saya sebagai seorang manusia yang sesungguhnya. Terakhir saya ingin meminta maaf kepada Tuhan, bahwa sejuta kata makian yang selama ini saya tujukan padaNya hanyalah kekecewaan yang tak lagi beralasan.

No comments: